This Blog is my space for share idea with a lot of people in internet. My blog contain about my opinion about world especially in Indonesia. Topic will be included are Forestry, Products, Love, Poem, Komputer & Technology, etc...

Thursday, October 13, 2005

Change is The Law of Life

Aku teringat dengan kata John F. Kennedy (JFK), "Change is the law of life." Perubahan adalah sebuah hukum dalam kehidupan. Manusia senantiasa berubah, itulah yang kupahami. Setiap detik, manusia senantiasa berubah. Jika manusia tidak berubah, pastilah dia telah mengalami kematian. Kita selalu berubah. Dalam setiap detik kehidupan yang kita jalani, tubuh kita pun mengalami perubahan. Dari mulai kita bayi, tubuh kita pun berubah menjadi besar. Hingga pada satu titik, tubuh kita mencapai titik maksimal. Selanjutnya, tubuh kita tetap berubah namun perubahan ini menunjukkan penurunan kemampuan tubuh hingga akhirnya perubahan itu terhenti, yaitu ketika kita
mati.

Benar kata JFK, perubahan adalah hukum dalam kehidupan.

Perubahan atau pembaharuan, atau apapun namanya, dilakukan untuk melanjutkan kehidupan. Walaupun pada kenyataannya ada perbedaan antara perubahan yang dilakukan perusahaan, manusia, dan negara (pemerintah). Tapi ada kesamaan antar ketiganya.

Perubahan terkejam dalam sebuah perusahaan adalah matinya perubahan. Hingga akhirnya, perusahaan itu pun akhirnya mengalami kematian alias gulung tikar. Jika Anda sebagai pemimpin perusahaan maka inilah pilihan terbodoh dan terpahit yang Anda lakukan, mematikan perusahaan yang Anda pimpin sendiri (dalam bentuk membubarkan, pailit, atau likuidasi).

Apa indikasi dari matinya sebuah perusahaan???

Ketika Anda sebagai pemimpinnya tidak yakin dengan perubahan dalam perusahaan yang Anda jalankan. "Apakah perubahan masih mungkin untuk dilaksanakan?" Ingat, janganlah ragu terhadap perubahan karena perubahan adalah bagian dari kehidupan. Saya masih ingat ketika pemerintah akan menjual Telkomsel. Bagi saya pilihan menjual Telkomsel adalah hal terbodoh. Karena pemerintah memang tidak siap dengan perubahan. Mempertahankan Telkomsel sebagai perusahaan nasional adalah lebih baik, karena akan menuntut perubahan agar perusahaan bisa bertahan, ada pembelajaran dari anak bangsa agar perusahaan tersebut bisa berkembang secara mandiri.

Seperti saat ini, ketika harga BBM meningkat tajam, apakah kita mau berubah? Perubahan yang paling minimal adalah dengan menghemat penggunaan BBM. Perubahan lainnya adalah dengan menggunakan alternatif bahan bakar lain. Kita mungkin lupa Indonesia mempunyai cadangan energi yang melimpah, dari mulai sinar matahari, uap gas bumi (panas bumi), angin, biodiesel, batubara, gelombang air laut, dan berbagai
alternatif energi lain selain minyak. Mungkin, bangsa inilah yang malas untuk berubah, bahkan sampai saat ini masih banyak pembangkit listrik yang digerakkan oleh generator diesel yang notabene berbahan bakar minyak. Perubahan ternyata masih susah dilakukan di bangsa ini.

Manusia sebenarnya selalu tergerak untuk melakukan perubahan. Ingat, betapa pun parahnya penyakit yang diderita, manusia akan tetap berupaya agar dirinya bisa sembuh. Kalau tak bisa diobati maka keluarga rela agar pasien dioperasi. Kalau masih tak bisa juga, mereka membawanya ke pengobatan alternatif. Demikian seterusnya.

Demikian pula pada negara. Betapa pun besarnya utang yang ditanggung, kita harus tetap optimis. Berubahlah dan lakukan perubahan mulai dari diri Anda. Saat ini saya juga berubah walaupun hanya dengan menulis tulisan ini. Setidaknya jika ada yang membacanya, saya harap ini bisa membawa pencerahan terhadap diri Anda. Saya tau bahwa negara ini sedang reses, saya pun terimbas dengan hal ini. Tapi apapun yang terjadi, saya dan Anda harus tetap berubah.

Dalam peradaban modern, bangsa-bangsa saling berusaha untuk membangkitkan perekonomian yang stagnan, menjadi sebuah negara yang sehat dan bermartabat.

"Perubahan menuntut kerjasama, kejujuran, dan keteguhan hati."

Apa kira-kira perubahan yang bisa kita lakukan???
Maukah Anda berbagi dengan saya??? Perubahan apa itu...???

Please, i need feedback... ;). Lets share to changing...

Monday, October 03, 2005

Indonenglish ????

Actually, aku tersadar dengan tulisan di koran Kompas edisi Minggu, 2 Oktober 2005. Tulisan ini mempertanyakan loyalitas kita terhadap bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia. Pada kenyataannya, banyak dari kita yang terbius dengan pemakaian Indonenglish. Bahasa Indonesia yang ke-Inggris inggrisan ataukah bahasa Inggris yang ke-indonesiaan? Aku juga tidak tahu. Bahkan ketika harus mengawali tulisan ini, aku secara tak sadar juga mengawali dengan kata actually.
Sebagai penulis, aku sadar selama ini terbius dengan Indonenglish. Bahkan draft buku terbaruku, aku banyak mencampur adukkan antara bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia. Apalagi pada draft yang terakhir ini aku berusaha menghilangkan kesan formal pada tulisanku. Mengapa aku menggunakan Indonenglish? Tren dan tuntutan pasar…

“Penulis juga manusia, punya rasa punya hati, jangan samakan dengan pisau belati.”
Dalam hati kecilku sebagai penulis, sebenarnya masih terbersit untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar namun kembali lagi pada kenyataan bahwa pasar atau konsumen lebih tertarik dengan Indonenglish. Aku akui, bahasa Indonesia itu rumit ketika akan digunakan dalam bahasa komunikasi, terkesan tidak simpel dan terlalu panjang. Ini cukup terbukti, nilai mata kuliah bahasa Indonesiaku hanya mendapat nilai C. Ironisnya, aku adalah orang Indonesia asli yang sampai saat ini juga belum paham bahasa Indonesia, dan lebih parah lagi nilai mata kuliah bahasa Inggrisku malahan mendapat nilai A. Mungkin ini pula alasan mengapa Indonenglish lebih mudah aku terima, karena aku pun masih merasa bahasa Indonesia cukup ribet, pusing juga untuk mengartikan kata dalam bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Contohnya: Joystick apakah harus diganti dengan “tongkat nikmat”.

Indonenglish memang lebih asyik dan ngetren di mata orang Indonesia. Jika Indonenglish tidak diterima alias laku, pastilah stasiun TV sudah mengganti nama program acaranya ke dalam bahasa Indonesia. Coba perhatikan Metro TV, hampir semua nama program acaranya menggunakan bahasa Inggris. “Headline News, Breaking News, Famous to Famous, E-life style, Market Review, dan sebagainya.” Penggunaan Indonenglish sudah terjadi sejak dahulu. Saya sering kali mendengar ketika mereka diwawancarai, para pejabat ini berkata, “No comment.”

Banyak alasan untuk menggunakan Indonenglish. “Inikan zaman modern dan global, repot juga kalo kita tetap keukeuh menggunakan bahasa Indonesia 100%.” Terkadang, kalau kita rasakan, terasa kurang keren jika sebuah film diberi judul “Kawin yuk”. Anda kemungkinan besar setuju dengan saya jika film tersebut sebaiknya menggunakan judul “Getting Marriage” daripada “Kawin Yuk”. Ternyata ribet juga menggunakan bahasa, mungkin itu pula alasan mengapa draft skripsiku dulu banyak dicoret.

Bangsa kita, mungkin benar-benar latah. Ketika Singapura menggunakan “Singlish” maka walaupun tidak diumumkan secara langsung, pada kenyataannya saat ini kita menggunakan Indonenglish dalam kehidupan sehari-hari. Mentalitas dalam penggunaan bahasa nasional di Indonesia, tidak sekuat dengan Jepang. Mereka bahkan mengganti semua buku teks dalam bahasa Inggris ke dalam bahasa Jepang. Kebanggaan ketika menggunakan bahasa nasional, itulah yang belum ada di sini. Bangga ketika mampu belanja dan jalan-jalan ke Singapura lalu mengadopsi Singlish menjadi Indonenglish, tetapi tak pernah mau mengadopsi kebiasaan baik yang ada di Singapura.

Indonenglish mungkin menggiurkan dan melenakan. Hingga karena melenakannya, ita sering menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. “Please deh ah, so what gitu loh.”

 

 © Apa Pendapatku tentang Dunia Site 2005 - Made by Kukuh Prakoso sebagai sebuah dedikasi untuk Dunia tanpa Batas.